DANAU Toba dikenal dan dikunjungi oleh masyarakat lokal maupun mancanegara, bukan hanya karena keunikan fenomena alamnya, tetapi juga karena Danau Toba, dengan hutan alam di sekelilingnya yang rindang, turut memberikan kontribusi bagi minat dan daya tarik tersendiri bagi para pengunjung.
Selain itu, budaya, seni, dan struktur sosial masyarakat Batak merupakan bagian dari nilai-nilai kearifan lokal, yang saat ini eksistensinya sudah dipertanyakan. Padahal, nilai-nilai kearifan lokal itu merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dari strategi penyelamatan pariwisata Danau Toba.
Pesta Danau Toba diselenggarakan untuk mempromosikan pariwisata danau terluas di Asia Tenggara tersebut. Secara kultural, masyarakat yang berada di dalam kawasan objek wisata Danau Toba memandang bahwa sektor pariwisata tidak memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan mereka.
Pamahaman itu yang membuat kurangnya perhatian akan keberlangsungan pariwisata Danau Toba, bahkan masyarakatpun seolah-olah tidak memiliki tanggung jawab.
Begitu juga secara struktural, bila kita pandang dari segi pembangunan fisik maupun nonfisik, justru mengarah pada corak modernisasi yang kebarat-baratan, dan akhirnya menggeser nilainilai kearifan lokal yang notabene salah satu penarik minat pengunjung mancanegara.
Ironisnya, berbagai penyangga pariwisata Danau Toba, seperti hutan alam yang rindang, lingkungan yang tidak tercemar, dan pembangunan yang berbasiskan kearifan lokal, keberadaannya kini sama-sama terancam akibat kebijakan negara, memberikan kesempatan kepada orang-orang asing untuk menanamkan modalnya, tanpa diproteksi lebih dulu.
Masuknya Modal Asing Terjadinya krisis hutan alam yang mengelilingi kawasan Danau Toba, berawal dari kehadiran PT Inti Indorayon Utama (IIU), sekarang berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL). Perusahaan bubur kertas ini memperoleh izin HPHTI seluas 269.060 ha dari Menteri Kehutanan semasa pemerintahan rezim Orde Baru.
Keseluruhan luas hutan alam tersebut sedang dan akan digantikan menjadi satu jenis tanaman (monokultur) yaitu eukaliptus. Padahal, hutan ini tergolong kawasan penyangga air atau sungai yang mengalir ke Danau Toba. Ironisnya, batas-batas HPHTI tersebut juga tidak jelas diketahui masyarakat luas.
Konon, informasi dari masyarakat Hutagalung mengatakan, curaman di sekitar pinggiran Danau Toba yang tergolong hutan lindung pun turut digunduli. Sama halnya dengan pencemaran air Danau Toba, juga berawal dari kehadiran industri, yaitu PT Allegrindo Nusantara, suatu perusahaan ternak babi yang membuang limbahnya langsung ke Danau Toba.
Dan juga PT Aqua Farm, suatu industri perikanan yang menabur pakan ikan ke Danau Toba sebanyak 12 ton per hari. PT PLTA Asahan sebagai penopang energi listrik PT Inalum turut berkonstribusi terhadap penurunan permukaan Danau Toba karena perusahaan ini melakukan pengerukan Sungai Asahan sehingga debit air sungai yang berasal dari Danau Toba itu, semakin besar untuk memutar turbin PLTA tersebut.
Anehnya, menurut masyarakat di Pangururan, Kabupaten Samosir, permukaan air Danau Toba dalam bulan April dan Mei 2008, tiba-tiba naik sekitar 30 cm, padahal menurut mereka, curah hujan tahun ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya.
Kejadian ini makin memperkuat asumsi bahwa penggundulan hutan di sekitar Danau Toba menjadi penyebab utama keseluruhan volume air hujan yang mengalir langsung jatuh ke Danau Toba, tanpa diserap lebih dulu oleh tanah bekas hutan yang telah digunduli tersebut. Dan pada akhirnya menyebabkan air Danau Toba meningkat secara fantastis.
Kekuatan modal asing untuk mengembangkan proyek-proyek raksasa telah mengeser keaslian Danau Toba sebagai sektor pariwisata. Hal itu terkait dengan tersisihnya pariwisata Danau Toba dari agenda Visit Indonesia Year (VIY) 2008. Sejalan dengan itu, menjadi terbuka kesempatan bagi industri yang berada di lokasi objek wisata Danau Toba, maupun yang berada di sekitar Danau Toba untuk leluasa beroperasi, tanpa harus bepikir panjang maupun mengeluarkan biaya yang besar untuk mengelola kelestarian objek wisata Danau Toba dan di sekitarnya.
Dihapuskannya Danau Toba dari agenda Visit Indonesia Year 2008 dengan dalih tidak diminati wisatawan merupakan agenda politik-ekonomi pemerintah untuk menjadikan kawasan Danau Toba dan sekitarnya menjadi kawasan industri.
Dan pada umumnya menggunakan label “industri ramah lingkungan” sebagai taktik agar kehadirannya mudah diterima oleh rakyat. Menarik Minat Pengunjung Mengembalikan minat para pengunjung, tidak cukup sekadar mengadakan kembali pesta rakyat Danau Toba, atau kegiatan Lake Toba Ecotourism Sport IV, seperti yang dilakukan Pemkab Samosir (Batak Pos, 21/5, halaman 2).
Akan tetapi, hal ini dapat terwujud dengan melindungi Danau Toba dari pencemaran lingkungan hidup di sekitarnya khususnya pencemaran industri-industri skala besar yang berada di Danau Toba maupun di sekitarnya. Selain itu, melindungi dan melestarikan kearifan setempat, juga harus menjadi perhatian pemerintah dan pemda.
Membangkitkan pariwisata Danau Toba, kalau hanya melalui kegiatan seremonial yang menghabiskan menelan biaya besar dapat dipastikan hanya menuai dampak kecil dan bersifat sesaat bagi pertumbuhan ekonomi dan kelestarian pariwisata Danau Toba.
Sementara itu, kerusakan lingkungan Danau Toba akan terus dan makin bertambah. Mengembalikan keindahan Danau Toba menjadi pariwisata idaman mancanegara, hanya dapat dilakukan melalui program yang sifatnya mendasar dan berkelanjutan, yakni Danau Toba bebas dari pencemaran industriindustri skala besar serta program pengembangan pariwisata Danau Toba dengan pendekatan “perpaduan antara keunikan fenomena alam dengan seni, budaya, dan struktur sosial masyarakat sekitar”. Kedua program itu merupakan satu rangkaian sinergis yang harus dilakukan.
Kalau tidak, pariwisata Danau Toba akan tinggal kenangan dan angan-angan untuk dijadikan jargon atau komoditas politik bagi para elite politik maupun pengusaha.
1 comment:
Jangan ganggu dan rusaki Danau Toba kami! Para pengusaha yg gak bertanggung jawab sebaiknya jgn mendirikan suatu proyek atau perusahaan disana. Tau-nya cm merusak kelestarian Danau Toba aja. Begitu juga dgn hutan2 yg ada di sekitarnya.
Post a Comment